Sunday, May 26, 2013

CONTOH SKRIPSI KEPERAWATAN :PENELITIAN DESKRIPTIF CROS SECTIONAL : HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA DAN KINERJA PERAWAT



BAB 1
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Pelayanan keperawatan sebagai bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan sangat menentukan mutu pelayanan kesehatan. Tenaga keperawatan sebagai bagian dari sistem ketenagaan kesehatan, diharapkan dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan pelayanan kesehatan secara nasional dan global (Achir Yani, 2001;1).  Keperawatan merupakan suatu profesi yang sangat penting dan menentukan dalam pemberian pelayanan kesehatan. Di rumah sakit keperawatan juga memegang peranan yang sangat strategis, dimana kebanyakan tenaga kesehatan adalah para perawat yang memberikan asuhan keperawatan. Pelayanan keperawatan yang bermutu dapat dicapai salah satunya tergantung pada seimbangnya antara jumlah tenaga dan beban kerja perawat di suatu rumah sakit  (Jurnal Keperawatan Indonesia, 2000;333).  Dalam membuat perencanaan ketenagaan harus benar-benar diperhitungkan sehingga tidak menimbulkan dampak pada beban kerja yang tinggi yang dapat  mengakibatkan  turunnya kualitas pelayanan  keperawatan (Jurnal Keperawatan Indonesia, 2000;338).  Sistem kerja yang tidak dirancang dengan baik dapat menyebabkan keluhan subyektif, beban kerja berat, tidak efektif dan tidak efisien yang pada gilirannya mengakibatkan dapat menimbulkan ketidak puasan bekerja, sehingga produktivitas kerja/ kinerja menurun (Bina Diknakes, 2001;27).  Kurangnya tenaga keperawatan baik kuantitas maupun kualitas akan sangat mengganggu kualitas asuhan keperawatan yang diberikan, karena akan semakin menambah beratnya beban kerja yang pada gilirannya prestasi kerja menurun,  kepuasan kerja berkurang, sehingga akan mengakibatkan turunnya kualitas asuhan keperawatan dan kepuasan pasien berkurang (Jurnal Keperawtan Indonesia, 2000;334-335).
Berdasarkan hasil survey Nasional yang dilakukan  Anna, 2001 bahwa perawat register nurse kondisi kerjanya mengalami perubahan yang menyebabkan kualitas pelayanan perawatan mengalami penurunan. Salah satu penyebabnya mereka merasa bahwa pada saat berada di ruang kerja, mereka sering lupa untuk istirahat dan makan snack (5711 responden), merasa terjadi peningkatan tekanan untuk menyelesaikan pekerjan (5340 responden), tekanan untuk menyelesaikan pekerjaan setelah shif (4210 responden), tidak bisa menyelesaikan pendidikan berkelanjutan dan mengalami stress dan sakit (3762 responden), merasa sangat kelelahan dan tidak ada motivasi setelah kerja (3617 responden), merasa tidak termotivasi dan sedih karena karena tidak bisa memberikan pelayanan keperawatan (3222 responden) dan 2928 responden merasa tidak punya tenaga untuk memberikan pelayanan keperawatan secara kualitatif yang optimal, yang semua itu disebabkan beban kerja yang tinggi. Work load yang tinggi karena staffing tidak bisa optimal.
Pada tahun 1991 telah dilakukan pengukuran penampilan kerja 35 rumah sakit se Jawa Timur dengan hasil sebagai berikut : 1) kelompok manajemen 20 % baik, 60 % cukup, 20 % kurang, 2) kelompok pelayanan medik 11, 43 % baik, 20 % cukup dan 68, 57 % kurang, 3) kelompok penunjang pelayanan medik 5, 71 % baik, 45,71 % cukup dan 48,57 % kurang, 4) pemeliharaan, dari 35 rumah sakit (100 %) kurang baik (Majalah Perumah Sakitan, 1994;7-10).
Sedangkan di RSUD dokter Soebandi Jember, jumlah tenaga keperawatan secara keseluruhan 224 orang yang tersebar diberbagai instalasi antara lain : 1) instalasi rawat jalan 32 orang perawat, 2) IGD 35 0rang perawat, 3) IBS 21 orang perawat, 4) ICU 12 orang perawat,  5) instalasi rawat inap 108 orang perawat. Jumlah pasien secara keseluruhan tahun 2001 sebanyak 50223 orang dengan BOR 51,82 %. Di instalasi rawat inap jumlah perawat 108 orang perawat, dengan jumlah tempat tidur 275 TT, perbandingan jumlah perawat dengan pasien yang dirawat 1 : 5-6 pasien pada pagi hari dan 1 : 10-15 pasien pada sore hari dan malam hari.
Di instalasi rawat inap medical bedah yang merupakan obyek penelitian, jumlah perawat sebanyak 43 orang perawat, jumlah tempat tidur 96 TT dan jumlah pasien sejak Januari – Desember 2001 sebanyak 29200 orang (Medical Record dan Program kerja Komite Keperawatan, 2002). Berdasarkan analisis data tersebut diatas salah satu masalah yang bisa diungkap adalah standar praktek asuhan keperawatan sebagai pedoman kerja bagi tenaga profesional keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan masih belum memadai (Program Kerja Komite Keperawatan, 2002). Rasio kebutuhan tenaga keperawatan didasarkan pada jumlah pasien yang dirawat masih belum memenuhi standar. Standar kinerja perlu dirumuskan,  guna dijadikan tolok ukur dalam mengadakan perbandingan antara apa yang telah dilakukan dengan apa yang diharapkan (Sedarmayanti, 2001;51). Di satu sisi dikatakan bahwa dalam memberikan pelayanan kepada pasien harus meningkatkan kualitas pelayanan agar petugas maupun konsumen merasa puas (Wijono D., 1997;231).
Untuk meningkatkan mutu pelayanan tersebut diupayakan dalam mengelola pasien sesuai dengan standar masing-masing profesi yang dalam hal ini standar praktek asuhan keperawatan yang telah ditetapkan. Semakin patuh semua tenaga profesional kepada standar yang diakui oleh masing-masing profesi, akan semakin tinggi pula mutu asuhan kesehatan/keperawatan terhadap pasien. Yang berarti bahwa kinerja tenaga profesional kesehatan/ keperawatan semakin meningkat (Wijono D., 1997;239-240). Disamping itu untuk meningkatkan kinerja tenaga profesional kesehatan/keperawatan perlu ditempuh cara-cara yang antara lain : 1) penempatan tenaga profesional keperawatan yang sesuai, 2) pemberian penghargaan yang wajar berdasarkan prestasi kerja, 3) hubungan kerja yang manusiawi, 4) adanya usaha meningkatkan mutu sumber daya manusia, 5) kejelasan siapa atasan fungsional dan siapa atasan struktural (Djojodibroto, 2000;59).
Ketidak puasan klien disebabkan oleh pelayanan keperawatan yang kurang profesional, hal ini salah satunya disebabkan model pemberian asuhan keperawatan yang diterapkan masih menggunakan model fungsional.
Model Tim merupakan salah satu model dalam pemberian asuhan keperawatan yang berorientasi pada profesionalisme, model ini dirancang yang bertujuan untuk mengurangi frakmentasi pelayanan  (Priharjo, 1995),  sehingga kinerja perawat lebih baik, karena pada model tim tersebut memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh, mendukung terlaksananya proses keperawatan dan memungkinkan komunikasi antar tim sehingga kinerja perawat lebih baik dan memberi kepuasan pada klien maupun perawat (PPNI Jatim, Kumpulan Materi Pelatihan Kepemimpinan  dan Manajemen Keperawatan Bagi Kepala Ruang, 2000). Di Indonesia suatu tim keperawatan pada model tim dapat disusun dan terdiri dari perawat sarjana atau perawat diploma sebagai ketua tim, perawat lulusan SPK sebagai anggota dan dibantu pembantu perawat (Priharjo, 1995: 31).

No comments:

Post a Comment