Friday, June 21, 2013

CONTOH SKRIPSI KEPERAWATAN: PENGARUH MODEL LATIHAN SENAM KESEGARAN JASMANI TERHADAP PENINGKATAN KEBUGARAN ANAK SEKOLAH TINGKAT SLTP DI SLTP NEGERI 2 TEMBELANG KABUPATEN JOMBANG PENELITIAN PRA- EKSPERIMENTAL



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pada beberapa negara berkembang termasuk Indonesia, masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama dan merupakan penyebab penting kematian ibu dan kematian anak secara tidak langsung yang sebenarnya masih dapat di cegah, angka kematian ibu dan angka kematian bayi pada hakekatnya ditentukan oleh status gizi ibu hamil dengan status gizi yang buruk atau sub optimal, cenderung melahirkan bayi dengan berat badan rendah dan dihadapkan pada kematian yang lebih besar dibanding dengan bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan status gizi yang baik atau optimal (Marsianto dkk, 1993). Golongan dewasa, Kurang Energi Protein (KEK) di jumpai di kalangan wanita hamil dan menyusui dimana kelompok penduduk ini memang biasa di anggap rawan terhadap keadaan gizi kurang, keadaan yang demikian dapat berpengaruh negatif terhadap janin yang dikandung maupun terhadap bayi dan anak pada pertumbuhan selanjutnya (Suhardjo, 1996).
Berdasarkan penelitian World Health Organization (WHO) di seluruh dunia terdapat kematian ibu sebesar 500.000 jiwa pertahun dan kematian bayi khususnya neonatus sebesar 10.000.000 jiwa pertahun (Manuaba, 1998).                Di Indonesia kematian dan kesakitan ibu masih merupakan masalah yang besar. Angka kematian ibu (AKI) berdasarkan SKRT 1986 adalah sebesar 450 per 100.000 kelahiran hidup, mengalami penurunan yang lambat, yaitu menjadi 373 per 100.000 kelahiran hidup (SKRT, 1995). Angka ini tiga sampai enam kali lebih besar dari negara di wilayah ASEAN dan lebih dari 50 kali angka negara maju. Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia, menurut hasil survey demografi kesehatan Indonesia tahun 1997 adalah sebesar 52 per 1000 kelahiran hidup, dengan angka kematian neonatal 25 per 1000 kelahiran hidup. Menurut Survey Kesehatan Rumah tangga (SKRT) tahun 1995, gangguan perinatal merupakan penyebab utama kematian bayi (33.5%) di pulau Jawa-Bali dan merupakan penyebab kematian kedua (26,9%) di luar Jawa-Bali (Depkes RI, 2001).
Propinsi Nusa Tenggara Barat merupakan daerah yang memiliki angka kematian ibu dan bayi yang tinggi di banding dengan propinsi lain di Indonesia. Berdasarkan hasil laporan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Dinkes Propinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2003, tercatat Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) cukup tinggi yaitu: 61 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan di Kabupaten Lombok Tengah propinsi NTB pada tahun 2003 dari 21450 ibu hamil yang di periksa terdapat 4053 / 18,90% yang Kurang Energi Kronis (KEK), Anemia 2570 / 11,98% kasus, Angka Kematian Bayi (AKB) terdapat 225/per1000 kelahiran hidup sedangkan dari 1844 ibu hamil terdapat 19 kematian maternal. Dengan demikian pengawasan terhadap status nutrisi ibu hamil sangat diperlukan dalam menekan hal-hal yang akan memperburuk keadaan ibu maupun bayi.
Banyak para peneliti menemukan masalah kurang energi protein di daerah dimana pangan sumber protein tersedia cukup tinggi, tetapi karena kebiasaan, kepercayaan dan ketidaktahuan terhadap gizi maka banyak jenis-jenis bahan makanan yang tidak dimanfaatkan (Supariasa, 2001) dan diantara penyebab kekurangan nutrisi pada ibu hamil yaitu karena kurangnya pengetahuan akan manfaat maupun memilih jenis nutrisi yang harus dipenuhi tersebut. Disamping itu pada kalangan masyarakat pedesaan terdapat pantangan-pantangan atau adat kebiasaan yang sebenarnya bertentangan dengan norma gizi sehingga akan mempengaruhi sikap maupun perilaku ibu-ibu hamil dalam memenuhi nutrisinya, karena baik ibu maupun janin sangat memerlukan nutrisi yang adekuat (Manuaba, 1999). Oleh karena itu, status gizi ibu selama hamil sangat mempengaruhi bagi dirinya, janin, dan persalinannya. Bagi ibu hamil dapat menyebabkan abortus, anemia, partus prematurus, inertia uteri, perdarahan pasca persalinan, sepsis puerperalis dan lain-lain (Rustam Mochtar, 1998). Sedangkan bagi janin dapat menyebabkan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), terhambatnya pertumbuhan otak, anemia pada bayi baru lahir, bayi lahir mudah terinfeksi dan sebagainya (Supariasa, 2001).
Untuk mengatasi masalah diatas peran tenaga kesehatan dalam upaya pendidikan atau penyuluhan gizi merupakan salah satu usaha yang sangat penting sehingga diharapkan ibu hamil mau bersikap dan bertindak mengikuti norma-norma gizi. Disamping itu dengan pemantauan status gizi ibu hamil baik pada awal kehamilan dan pemantauan gizi selama hamil sangat diperlukan untuk mencegah komplikasi-komplikasi sedini mungkin dan merupakan upaya pendekatan yang potensial dalam kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan ibu dan anak. Dalam penentuan keadaan gizi ini perlu dikumpulkan data-data mengenai : tanda-tanda klinis, pemeriksaan biokimia dan pemeriksaan antropometri (Marsianto dkk, 1993) akan tetapi data klinis bersifat subyektif, sulit di lakukan dan diukur secara kuantitatif. Pemeriksaan antropometri lebih dianjurkan karena lebih praktis cukup teliti mudah dilakukan oleh siapa saja setelah dibekali latihan sederhana oleh petugas kesehatan.

1.2        Rumusan Masalah 
            Pertanyaan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana hubungan perilaku ibu hamil dalam memenuhi kebutuhan nutrisi dengan status gizi ibu? ”.

1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1        Tujuan Umum
Menganalisis hubungan antara perilaku ibu hamil dalam memenuhi kebutuhan nutrisi dengan status gizi ibu.
1.3.2        Tujuan Khusus
1.      Mengidentifikasi pengetahuan ibu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi.
2.      Mengidentifikasi sikap dalam memenuhi kebutuhan nutrisi.
3.      Mengidentifikasi tindakan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi.
4.      Mengidentifikasi status gizi ibu hamil.
5.      Menganalisis hubungan pengetahuan tentang nutrisi dengan status gizi ibu.
6.      Menganalisis hubungan sikap dalam memenuhi kebutuhan nutrisi dengan status gizi ibu.
7.      Menganalisis hubungan tindakan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi dengan status gizi ibu.



1.4  Manfaat Penelitian
1.4.1        Secara Teoritis
Status gizi ibu hamil sangat penting untuk diketahui atau dievaluasi karena merupakan penyebab tidak langsung kematian ibu dan kematian anak, status gizi berkaitan dengan perilaku ibu dalam pemenuhan nutrisinya sehingga perilaku ibu dalam hubungannya dengan status gizi dapat dijadikan obyek penelitian
1.4.2        Secara Praktis (penerapan) 
1.      Sebagai bahan masukan pada ibu hamil agar mengetahui arti pentingnya nutrisi bagi kehamilannya.
2.      Sebagai bahan masukan terhadap tenaga kesehatan pentingnya melakukan pengawasan terhadap nutrisi masa hamil dalam rangka menekan jumlah kematian maternal dan neonatal.

Friday, June 14, 2013

contoh skripsi keperawatan : HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA, PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN KINERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN KONAWE TAHUN 2012



BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pelayanan keperawatan sebagai bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan sangat menentukan mutu pelayanan kesehatan. Tenaga keperawatan sebagai bagian dari sistem ketenagaan kesehatan, diharapkan dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan pelayanan kesehatan secara nasional dan global (Achir Yani, 2002;1). Keperawatan merupakan suatu profesi yang sangat penting dan menentukan dalam pemberian pelayanan kesehatan. Di rumah sakit keperawatan juga memegang peranan yang sangat strategis, dimana kebanyakan tenaga kesehatan adalah para perawat yang memberikan asuhan keperawatan. Pelayanan keperawatan yang bermutu dapat dicapai salah satunya tergantung pada seimbangnya antara jumlah tenaga dan beban kerja perawat di suatu rumah sakit  (Jurnal Keperawatan Indonesia, 2003;333).
Dalam membuat perencanaan ketenagaan harus benar-benar diperhitungkan sehingga tidak menimbulkan dampak pada beban kerja yang tinggi yang dapat  mengakibatkan  turunnya kualitas pelayanan  keperawatan. Sistem kerja yang tidak dirancang dengan baik dapat menyebabkan keluhan subyektif, beban kerja berat, tidak efektif dan tidak efisien yang pada gilirannya mengakibatkan dapat menimbulkan ketidak puasan bekerja, sehingga produktivitas kerja/ kinerja menurun (Bina Diknakes, 2001;27). Kurangnya tenaga keperawatan baik kuantitas maupun kualitas akan sangat mengganggu kualitas asuhan keperawatan yang diberikan, karena akan semakin menambah beratnya beban kerja yang pada gilirannya prestasi kerja menurun,  kepuasan kerja berkurang, sehingga akan mengakibatkan turunnya kualitas asuhan keperawatan dan kepuasan pasien berkurang (Jurnal Keperawatan Indonesia, 2003;334-335).
Berdasarkan hasil survey Nasional yang dilakukan  Anna, 2001 bahwa perawat register nurse kondisi kerjanya mengalami perubahan yang menyebabkan kualitas pelayanan perawatan mengalami penurunan. Salah satu penyebabnya mereka merasa bahwa pada saat berada di ruang kerja, mereka sering lupa untuk istirahat dan makan snack (5711 responden), merasa terjadi peningkatan tekanan untuk menyelesaikan pekerjan (5340 responden), tekanan untuk menyelesaikan pekerjaan setelah shif (4210 responden), tidak bisa menyelesaikan pendidikan berkelanjutan dan mengalami stress dan sakit (3762 responden), merasa sangat kelelahan dan tidak ada motivasi setelah kerja (3617 responden), merasa tidak termotivasi dan sedih karena karena tidak bisa memberikan pelayanan keperawatan (3222 responden) dan 2928 responden merasa tidak punya tenaga untuk memberikan pelayanan keperawatan secara kualitatif yang optimal, yang semua itu disebabkan beban kerja yang tinggi.
Tahun 1991 telah dilakukan pengukuran penampilan kerja 35 rumah sakit se Jawa Timur dengan hasil sebagai berikut : 1) kelompok manajemen 20 % baik, 60 % cukup, 20 % kurang, 2) kelompok pelayanan medik 11, 43 % baik, 20 % cukup dan 68, 57 % kurang, 3) kelompok penunjang pelayanan medik 5, 71 % baik, 45,71 % cukup dan 48,57 % kurang, 4) pemeliharaan, dari 35 rumah sakit (100 %) kurang baik (Majalah Perumah Sakitan, 1994;7-10).
Sedangkan di BLUD RSUD Kabupaten Konawe, jumlah tenaga keperawatan secara keseluruhan 125 orang yang tersebar diberbagai instalasi antara lain : 1) instalasi rawat jalan 13 orang perawat, 2) IGD 14 0rang perawat, 3) VIP 14 orang perawat, 4) ICU 12 orang perawat,  5) instalasi medical bedah ( Asoka ) 14 orang perawat, 6) Instalasi penyakit dalam ( Melati )17 orang perawat, 7) zaal anak 12 orang perawat, 8) Ruang Mawar 15 orang perawat, 9) Ruang Operasi 8 orang perawat dan 6 orang perawat di instalasi lain. Di instalasi rawat inap jumlah perawat 86 orang perawat, perbandingan jumlah perawat dengan pasien yang dirawat 1 : 5-6 pasien pada pagi hari dan 1 : 10-15 pasien pada sore hari dan malam hari (Medical Record dan Program kerja Komite Keperawatan BLUD RSUD Kabupaten Konawe).
 Analisis data tersebut diatas salah satu masalah yang bisa diungkap adalah standar praktek asuhan keperawatan sebagai pedoman kerja bagi tenaga profesional keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan masih belum memadai. Rasio kebutuhan tenaga keperawatan didasarkan pada jumlah pasien yang dirawat masih belum memenuhi standar. Standar kinerja perlu dirumuskan,  guna dijadikan tolok ukur dalam mengadakan perbandingan antara apa yang telah dilakukan dengan apa yang diharapkan (Sedarmayanti, 2005;51).
Untuk meningkatkan mutu pelayanan tersebut diupayakan dalam mengelola pasien sesuai dengan standar masing-masing profesi yang dalam hal ini standar praktek asuhan keperawatan yang telah ditetapkan. Semakin patuh semua tenaga profesional kepada standar yang diakui oleh masing-masing profesi, akan semakin tinggi pula mutu asuhan kesehatan/keperawatan terhadap pasien. Yang berarti bahwa kinerja tenaga profesional kesehatan/ keperawatan semakin meningkat. Disamping itu untuk meningkatkan kinerja tenaga profesional kesehatan/keperawatan perlu ditempuh cara-cara yang antara lain : 1) penempatan tenaga profesional keperawatan yang sesuai, 2) pemberian penghargaan yang wajar berdasarkan prestasi kerja, 3) hubungan kerja yang manusiawi, 4) adanya usaha meningkatkan mutu sumber daya manusia, 5) kejelasan siapa atasan fungsional dan siapa atasan struktural (Djojodibroto, 2003;59).
Ketidak puasan klien disebabkan oleh pelayanan keperawatan yang kurang profesional, hal ini salah satunya disebabkan model pemberian asuhan keperawatan yang diterapkan masih menggunakan model fungsional.
Model Tim merupakan salah satu model dalam pemberian asuhan keperawatan yang berorientasi pada profesionalisme, model ini dirancang yang bertujuan untuk mengurangi frakmentasi pelayanan, sehingga kinerja perawat lebih baik, karena pada model tim tersebut memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh, mendukung terlaksananya proses keperawatan dan memungkinkan komunikasi antar tim sehingga kinerja perawat lebih baik dan memberi kepuasan pada klien maupun perawat (PPNI Jatim, Kumpulan Materi Pelatihan Kepemimpinan  dan Manajemen Keperawatan Bagi Kepala Ruang, 2006).   






B.        Perumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan beban kerja dengan kinerja perawat di RSUD Kabupaten Konawe.
2. Bagaimana hubungan pengetahuan dengan kinerja perawat di RSUD Kabupaten Konawe.
3. Bagaimana hubungan sikap dengan kinerja perawat di RSUD Kabupaten Konawe.

C.      Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara beban kerja, pengetahuan dan sikap dengan kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Konawe.
2. Tujuan Khusus
a.    Mengetahui hubungan beban kerja dengan kinerja perawat  di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Konawe.
b.    Mengetahui hubungan Pengetahuan dengan kinerja perawat  di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Konawe.
c.     Mengetahui hubungan sikap dengan kinerja perawat  di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Konawe.




D.    Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Sebagai bahan masukan bagi Direktur rumah sakit untuk meningkatkan kinerja perawat dalam mengelola mutu pelayanan keperawatan pasien rawat inap di rumah sakit.
2. Manfaat Teoritis
Menambah pengetahuan  perawat dalam meningkatkan profesionalisme agar mutu pelayanan serta kinerja perawat meningkat sehingga pasien mendapatkan pelayanan yang optimal.













































Monday, June 10, 2013

CONTOH SKRIPSI KEPERAWATAN : HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT DALAM INTERVENSI KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI HIPOTERMI



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
1
 
Tuntutan masyarakat terhadap kualitas layanan kesehatan semakin hari semakin meningkat.  Ini didorong berbagai perubahan mendasar di masyarakat, baik ekonomi, pendidikan, teknologi dan informasi serta berbagai perubahan lainnya.  Tidak terkecuali perubahan tuntutan masyarakat terhadap peningkatan kualitas layanan kesehatan, termasuk layanan keperawatan.  Salah satu layanan keperawatan yang memerlukan peningkatan kualitas layanan adalah peningkatan kualitas asuhan keperawatan terhadap bayi dengan resiko tinggi, contohnya bayi dengan hipotermi. Kualitas dari asuhan keperawatan itu sendiri salah satunya bisa dilihat dari Intervensi yang merupakan petunjuk untuk penanganan, aktivitas dan tindakan yang membantu pasien mencapai hasil yang diharapkan, serta merupakan unsur pengetahuan keperawatan yang utama (Doenges at al, 1995). Dalam penerapannya perawat diharapkan dapat membuat intervensi tersebut secara benar. Akan tetapi berdasarkan pengamatan di ruang Neonatologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada umumnya pembuatan intervensi keperawatan masih belum maksimal. Pendapat Denise Campbell (1998) seperti dikutip M.H. Klauss bahwa masih kurang tenaga yang ahli dan berpengalaman dalam perawatan bayi dengan resiko tinggi,  sedangkan  menurut Nelson (1990) bahwa arti bayi resiko tinggi artinya bayi yang mesti mendapat pengawasan dan perawatan yang ketat dari tenaga kesehatan yang berpengalaman dan berkualitas tinggi.
Komalasari,K. (2002) mengemukakan bahwa di Indonesia  pada periode 1997–2002 penurunan angka kematian neonatal yakni kematian bayi umur kurang dari satu bulan masih rendah yaitu dari 28,8 per 1000 kelahiran hidup menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup. Di Jakarta setiap jamnya sedikitnya 8 bayi berumur kurang dari seminggu meninggal dunia. Sedangkan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya sebagai rumah sakit rujukan di Jawa Timur, angka kematian perinatal lebih tinggi disebabkan menerima bayi-bayi dengan kondisi atau cara merujuk yang berbeda-beda dari setiap daerah.  Dari survey ini dinyatakan bahwa kematian utama bayi adalah karena diare, ISPA, tetanus dan sebab-sebab perinatal termasuk bayi resiko tinggi.  Sedangkan hipotermi menduduki urutan kedua penyebab kematian pada Bayi Baru Lahir di RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 1999-2000. (Indarso, F, 2001).
Kehidupan Bayi Baru Lahir yang paling kritis adalah saat mengalami masa transisi dari kehidupan intrauterin ke kehidupan extrauterin yang berubah secara mendadak. Oleh karena itu pertolongan cara-cara mengatasi masalah transisi ini sangat penting bagi tenaga kesehatan. Untuk dapat mengambil sikap sesuai dengan peran perawat dalam memberikan pertolongan bagi bayi resiko tinggi perlu adanya pengetahuan sebelumnya tentang intervensi keperawatan pada bayi resiko tinggi. Begitu juga menolong bayi resiko tinggi dengan hipotermi, perlu pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berkualitas agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan cepat pada bayi. Apabila 3 hal tersebut tidak terpenuhi, maka bisa timbul “Malpractice-Negligence”, yang bisa mengakibatkan kecacatan dan bahkan kematian pada bayi yang mana bisa menimbulkan efek hukum bagi perawat. Oleh sebab itu pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat yang berkualitas diperlukan baik dalam pengkajian, menentukan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi asuhan keperawatan. (Effendy, N, 1995). Dengan intervensi yang baik maka angka kejadian kematian bayi baru lahir dengan resiko tinggi dapat dikurangi.
 Dari pemikiran dan fenomena di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan studi deskriptif analitik hubungan  pengetahuan dan sikap perawat dalam intervensi keperawatan bayi resiko tinggi hipotermi  di ruang  Neonatologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

1.2    Perumusan Masalah
1.2.1   Pernyataan Masalah
Dalam praktek keperawatan profesional yang dilakukan di rumah sakit ternyata  masih banyak berbagai keluhan akan kurangnya kualitas layanan keperawatan  termasuk  kualitas tenaga perawatan dalam intervensi keperawatan pada bayi resiko tinggi yang masih belum optimal. Intervensi keperawatan yang baik akan menghasilkan asuhan keperawatan yang berkualitas hal ini dapat diwujudkan jika perawat mempunyai pengetahuan dan sikap yang baik dalam intervensi keperawatan. Sehingga dalam hal ini dapat mempengaruhi citra perawat dan juga citra suatu rumah sakit, bahkan dapat mempengaruhi citra layanan kesehatan secara umum.


1.2.2    Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut :
1)   Bagaimanakah pengetahuan perawat dalam intervensi keperawatan pada bayi resiko tinggi hipotermi di ruang Neonatologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya ?
2)      Bagaimanakah sikap perawat dalam intervensi keperawatan pada bayi resiko tinggi hipotermi di ruang Neonatologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya ?
3)      Adakah hubungan pengetahuan dan sikap perawat dalam intervensi keperawatan pada bayi resiko tinggi hipotermi di Ruang Neonatologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya ?

1.3    Tujuan Penelitian
1.3.1        Tujuan Umum
Untuk mempelajari hubungan pengetahuan dan sikap perawat dalam intervensi keperawatan pada bayi resiko tinggi hipotermi di ruang  Neonatologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

1.3.2        Tujuan khusus
1)   Untuk mengidentifikasi pengetahuan perawat dalam intervensi keperawatan pada bayi resiko tinggi hipotermi di ruang Neonatologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
2)   Untuk mengidentifikasi sikap perawat dalam intervensi keperawatan pada bayi resiko tinggi hipotermi di ruang Neonatologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
3)      Menganalisa hubungan pengetahuan dan sikap perawat dalam intervensi keperawatan pada bayi resiko tinggi hipotermi di ruang Neonatologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

1.4    Manfaat Penelitian
1.4.1        Bagi rumah sakit
1)      Mendorong peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan khususnya pengetahuan dan sikap  perawat dalam intervensi keperawatan bayi resiko tinggi hipotermi.
2)      Memberikan informasi tentang tingkat pengetahuan dan sikap perawat dalam intervensi perawat di ruang Neonatologi terhadap bayi hipotermi.
3)      Untuk meningkatkan pendapatan rumah sakit pada akhirnya karena dengan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan dapat meningkatkan kepuasan pasien yang pada akhirnya pasien tetap loyal terhadap rumah sakit yang bersangkutan dan tidak berpindah ke tempat pelayanan jasa yang lain.

1.4.2        Bagi profesi keperawatan
1)      Menambah pengetahuan dalam upaya meningkatkan kualitas personal perawat sebagai perawat pelaksana bayi resiko tinggi hipotermi.
2)      Dapat memberi gambaran atau informasi bagi peneliti berikutnya.

1.4.3        Bagi pasien
1)      Agar dapat menerima pelayanan keperawatan yang lebih berkualitas khususnya dalam asuhan keperawatan pada bayi resiko tinggi hipotermi.
2)      Agar  lebih aman, nyaman, puas dan betah pada suatu rumah sakit yang akan membantu terhadap penyembuhan pasien terhadap sakitnya.

1.5    Relevansi
Perawat harus menyadari bahwa pengetahuan, sikap dan ketrampilan adalah elemen penting dari asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat. Sehingga pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berkualitas dalam praktik keperawatan profesional sangat berpengaruh atau membantu dalam proses pemberian asuhan keperawatan termasuk asuhan keperawatan bagi bayi resiko tinggi, sehingga bayi resiko tinggi dalam hal ini bayi hipotermi dapat terhindar dari akibat-akibat buruk asuhan keperawatan yang jelek. Askep yang jelek terhadap bayi akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayi, padahal bayi-bayi sekarang adalah calon-calon generasi penerus bangsa dimasa akan datang.  Hal ini berarti pula bahwa asuhan keperawatan berpengaruh besar terhadap peningkatan sumber daya manusia.  Itu menjadi sebab mengapa masalah bayi resiko tinggi masuk dalam pengawasan Sistem Kesehatan Nasional (SKN).